Tugas Softskill
Kasus Perlindungan
Konsumen
1.
Sapto Prasetyo (2A214016)
2.
Puteriyani
firdaus ( 28214564 )
3.
Patmawati (28214409)
4.
Ridha Maulidha (29214285)
Ribuan Pangan Impor yang
Dijual Online Ternyata Ilegal
Petugas Badan Pengawas
Obat dan Makanan (BPOM) meletakkan barang bukti obat dan makanan ilegal ke
dalam tong saat akan dimusnahkan di halaman kantor BPOM, Jakarta (26/5).
Tempo/Dian Triyuli Handoko
TEMPO.CO, Jakarta - Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM)
menyita pangan impor ilegal atau tanpa izin edar sebanyak 7.762 kemasan.
Makanan itu sebagian dijual secara online. Kepala Badan Pengawas Obat dan
Makanan Roy Sparringa mengatakan barang-barang ilegal itu ditemukan di gudang
yang beralamat di Kompleks Pergudangan Elang Laut Blok I, Pantai Indah Kapuk,
Jakarta Utara. "Kami sita kemarin malam pukul 23.00," ujar Roy saat
ditemui di kantornya, Kamis, 18 Juni 2015.
Makanan-makanan
tersebut, kata Roy, merupakan produk pangan olahan untuk bayi berupa
biskuit,cereal, dan camilan dengan merek Gerber asal Amerika. BPOM juga
menemukan 96 kemasan kosmetik ilegal yang terdiri atas sampo dan sabun bayi
asal Cina dengan nilai lebih dari Rp. 500 juta. “Kedua produk tersebut dijual
secara online”.
Ihwal palsu atau
tidaknya produk-produk tersebut, menurut Roy, BPOM masih melakukan penelitian.
Temuan tersebut menjadi persoalan yang mesti disikapi dengan serius karena
telah melanggar aturan yang berlaku. “Tetap saja berisiko untuk dikonsumsi.
Apalagi bayi ini merupakan kelompok yang rentan”.
Roy menambahkan,
pihaknya akan berkoordinasi dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika
terkait dengan temuan ini. Sebab, banyak produk impor ilegal yang dijual secara
online.
Roy mengimbau masyarakat
agar selalu teliti dan waspada dalam membeli produk online. Konsumen mesti
teliti dalam melihat kemasan, izin edar, dan kedaluwarsa. "Selama bulan
Ramadan ini akan sangat banyak muncul produk-produk yang tidak berizin dan
berbahaya," katanya.
Dari hasil pengawasan
pangan dan kosmetik yang dilakukan sejak 25 Mei hingga 18 Juni 2015, BPOM telah
menemukan 36.207 kemasan pangan tidak memenuhi ketentuan, yang terdiri atas
pangan ilegal 18.701 kemasan, 15.707 kemasan pangan kedaluwarsa, dan 1.799
kemasan pangan rusak. "Dengan nilai keekonomian lebih dari Rp 1,5
miliar," tutur Roy. Selain itu, ditemukan 12.770 kosmetik ilegal yang
mengandung bahan berbahaya dengan nilai keekonomian lebih dari Rp 257 juta.
Analisis :
Dapat kita lihat dalam
kasus ini terjadi dimana penjual makanan olahan untuk bayi, sampo dan sabun
bayi yang diedarkan secara online maupun langsung kepada konsumen tidak
memiliki izin jual. Produk makanan olahan bayi ini berasal dari Amerika dan
dijual luas di indonesia. Barang tersebut disimpan oleh penjual di Kompleks
Pergudangan Elang Laut Blok I, Pantai Indah Kapuk, Jakarta Utara. Walaupun
belum terbukti barang tersebut mengandung bahan berbahaya tetap akan diambil
tindakan oleh kepolisian setempat. Dilihat dalam kasus tersebut BPOM menemukan
kemasan pangan kadaluarsa, rusak dan tidak memiliki izin. Dan kita harus
ketahui bahwa hak konsumen adalah hak atas kenyamanan, keamanan, dan
keselamatan dalam mengkonsumsi barang atau jasa. Tetapi di dalam indonesia
pengawan akan makanan, barang-barang, ataupun jasa belum mencukupi atau untuk memberantas
barang-barang berbahaya tersebut. Seharusnya kita sebagai rakyat indonesia
membantu memberantas barang-barang ilegal tersebut dengan cara melaporkan
kepada pihak kepolisian pada saat melihat hal yang mencurigakan yang terjadi
disekitar lingkungan kita.
Dari kasus diatas dapat
diambil kesimpulan bahwa banyak pelanggaran yang dikenakan oleh penjual
tersebut antara lain :
·
Pasal 8 ayat 1 (g)
menyatakan : tidak mencantumkan tanggal kadaluwarsa atau jangka waktu
penggunaan/ pemanfaatan yang paling baik atas barang tertentu
·
Pasal 8 ayat 2
menyatakan : Pelaku usaha dilarang memperdagangkan barang yang rusak, cacat
atau bekas, dan tercemar tanpa memberikan informasi secara lengkap dan benar
atas barang dimaksud.
·
Pasal 8 ayat 4
menyatakan : Pelaku usaha yang melakukan pelanggaran pada ayat (1) dan ayat (2)
dilarang memperdagangkan barang dan/atau jasa tersebut serta wajib menariknya
dari peredaran.
Para penjual atau
supplier akan mendapatkan sanksi sesuai dengan pelanggaran dalam pasal diatas
yaitu:
Pasal 62
1. Pelaku usaha yang melanggar ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 13 ayat (2), Pasal
15, Pasal 17 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c,huruf e, ayat (2) dan Pasal 18
dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda
paling banyak Rp 2.000.000.000,00 (dua milyar rupiah).
2. Pelaku usaha yang melanggar ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11, Pasal 12, Pasal 13 ayat (1), Pasal 14,
Pasal 16, dan Pasal 17 ayat (1) huruf d dan huruf f dipidana penjara paling
lama 2 (dua) tahun atau pidana denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima
ratus juta rupiah).
3. Terhadap pelanggaran yang mengakibatkan luka
berat, sakit berat, cacat tetap atau kematian diberlakukan ketentuan pidana
yang berlaku.
Pasal 63
Terhadap sanksi pidana sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 62, dapat dijatuhkan hukuman tambahan berupa:
a. perampasan barang
tertentu;
b. pengumuman keputusan hakim;
c. pembayaran ganti rugi;
d. perintah penghentian kegiatan tertentu yang
menyebabkan timbulnya kerugian konsumen;
e. kewajiban penarikan barang dari peredaran;
atau
f. pencabutan izin usaha.
Sumber
: